Selamat Datang di Blog Abdul Alim Yamin

Rabu, 08 Oktober 2008

Force Moulting

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan saat ini merupakan sub sektor yang dapat diandalkan dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat pada umumnya. Budidaya ternak unggas tercatat sejak tahun 1000 SM di India, terdiri dari 14.000 spesies unggas yang ada, semuanya digolongkan ke dalam 25 ordo (Amrullah, 2004). Tetapi unggas yang besar peranannya di dalam kehidupan manusia adalah bangsa ayam, sehingga ayam terus dikembangkan sampai saat ini dan menjadi industri yang berkembang pesat. Perlu diketahui bahwa ayam memilki potensi yang besar di dalam pemenuhan gizi masyarakat khususnya sebagai sumber protein hewani yang mudah didapatkan dan terjangkau seperti telur dan daging ayam.

Industri peternakan unggas saat ini berkembang pesat khusunya industri peternakan layer (ayam petelur) karena merupakan kebutuhan manusia secara terus menerus sehingga industri ini sangat menjanjikan, akan tetapi hal yang menjadi kendala di dalam suatu usaha peternakan adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi ternak dan produksi yang dihasilkan ternak tersebut sehingga peternak bisa mendapatkan keuntungan yang lebih dengan memperpanjang masa produksi sehingga biaya produksi serta menerapkan sistem pemeliharaan yang baik seperti force moulting (gugur bulu paksa).

Force moulting merupakan suatu metode dalam peternakan komersial, dimana ayam petelur dipaksa mengugurkan bulunya pada fase arkir selama dua bulan agar produksi kembali terjadi dan meningkat. Oleh karena itu, metode ini sangat tepat diterapkan oleh para peternak bila ingin memperpanjang masa produksi telur, hal tersebut disebabkan oleh ketidak mampuan para peternak untuk membeli DOC atau ayam remaja(pullet).

Rumusan Masalah

Meningkatnya harga ayam petelur remaja pullet, mengakibatkan peternak tidak mampu mengisi kandang yang kosong akibat sebelumnya ayam telah diafkir sehingga para peternak cenderung untuk mengosongkan kandangnya dan berusaha mencari tambahan modal untuk mengisi kandang tersebut.

PEMBAHASAN

Gambaran Umum Force Moulting

Ayam petelur mulai berproduksi sekitar umur 22-24 minggu dan produksinya akan terus meningkat serta mencapai puncaknya pada umur 34-36 minggu. Setelah itu, produksinya akan terus menurun sesuai dengan bertambahnya umur dan pada umur sekitar 18 bulan (72 minggu) secara alami ayam akan mengalami proses ganti bulu yang lazim disebut moulting (Kartasudjana, 2006). Akibatnya, setalah terjadi proses alamiah tersebut maka produksi akan turun dan terhenti sehingga peternak tidak akan mendapatkan telur (keuntungan), tetapi setelah terjadi proses tersebut maka ayam akan kembali berproduksi lagi (tidak maksiamal). Untuk menjaga kesinambungan ayam, maka harus diganti dengan ayam dara (pullet), akan tetapi harga ayam dara dari hari ke hari semakin meningkat sehingga proses gugur bulu tersebut dapat dipersingkat selama sekitar 2 bulan, dengan menerapkan proses gugur bulu paksa (force moulting), maka setelah itu, produksi akan meningkat dengan presentase tinggi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Mulyono (2004) bahwa secara normal rontok bulu terjadi setelah ayam berumur lebih dari 80 minggu. Pada umur ini merupakan saat yang tepat bagi ayam untuk diapkir. Proses perontokan bulu biasanya terjadi selama 2-4 minggu.

Force moulting adalah usaha merontokkan bulu unggas sebelum masa waktunya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan masa peneluran kedua yang serasi. Selama masa meranggas (moulting) berat badan layer akan berkurang sekitar 400-600 gram yaitu dengan cara mengatur makanannya. Banyak metode yang dilakukan dalam memberikan pakan kepada ayam yang sedang moulting, umumnya yaitu selama 6 minggu diberikan makanan dengan kadar protein rendah tetapi ditambah trace mineral dan vitamin, sesudah 6 minggu diberikan makanan yang normal dan unggas akan berproduksi secara normal selama 4 minggu berikutnya (Anonim, 2008).

Menurut Kartasudjana (2006) bahwa hal-hal yang menjadi pertimbangan perlu tidaknya dilakukan force moulting untuk menjaga performa pada siklus produksi tahun kedua yaitu :

a. Biaya produksi, biaya pada pelaksanaan force moulting lebih murah dari pada biaya untuk membesarkan doc, sehingga pelaksanaan force moulting lebih baik.

b. Angka kematian, angka kematinan pada siklus pada produksi kedua lebih rendah dari pada siklus produksi tahun pertama.

c. Konsumsi ransum, konsumsi ransum pada siklus produksi tahun pertama lebih tinggi dari pada tahun kedua.

d. Masa berproduksi, masa produksi pada tahun pertama lebih lama dibandingkan dengansiklus produksi kedua.

e. Produksi telur, puncak produksi tahun kedua 7-10 % lebih rendah dari tahun pertama dan terus menurun secara perlahan setelah mencapai puncak produksi.

f. Kualitas kulit telur, kualitas telur pada siklus kedua lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun pertama.

g. Berat telur, berat telur pada tahun kedua lebih tinggi dari pada tahun pertama.

h. Kualitas interior

Metode Force Moulting

Menurut Anonim (2008) bahwa pada prinsipnya metode yang dipakai adalah dengan memberikan stress treatment atau drug treatment yang pada pokoknya adalah dengan pemuasaan dan pembatasan air minum, pemuasaan dan pembatasan makanan dan juga pembatasan sinar. Ada040metode0force0moulting0:
1. Metode Convensional

  • Hari ke-1 dan ke-2, ayam sama sekali tidak diberi makan dan minum, sinar diberikan 8 jam/hari (penyinaran alam).
  • Hari ke-3, diberi makanan 50% dari total kebutuhan dan sinar diberikan 8 jam/hari.
  • Hari ke-4, ayam dipuasakan sama sekali.
  • Hari ke-5, perlakuan sama dengan hari ke-3.
  • Hari ke-6, perlakuan sama dengan hari ke-4
  • Hari ke-7, perlakuan sama dengan hari ke-3.
  • Hari ke-8, perlakuan sama dengan hari ke-4.
  • Hari ke-9, perlakuan sama dengan hari ke-4, dan air minum diberikan minum secara bebas (ad libitum).
  • Hari ke-10 sampai hari ke-60, diberi makanan 75% dari kebutuhan dan minum minum diberikan secara ad libitum.
  • Hari ke-61 dan seterusnya, makanan dan minum diberikan secara penuh, pemberian sinar 14-16 jam/hari.
  • Biasanya 2 minggu kemudian ayam sudah berproduksi secara normal.

2.0Metode0Milo0(California0Program)
Inti dari metode ini adalah dengan pemberian milo/gandum, atau jagung saja dalam waktu yang sangat lama. Metode ini cocok diterapkan untuk daerah beriklim tropis. Adapun caranya adalah sebagai berikut :

  • Hari ke-1 sampai ke-35, ayam diberi makanan secara penuh sesuai dengan kebutuhan, hanya saja penyinaran secara alam dibatasi.
  • Hari ke-36 sampai ke-45, ayam dipuasakan sama sekali dan sinar diberikan 8 jam/hari.
  • Hari ke-46 sampai ke-60 diberikan makanan hanya berupa gandum atau jagung sebanyak-banyaknya dan sinar tetap 8 jam/hari.
  • Hari ke-61 sampai 68 ayam kembali diberikan makanan secara penuh, air diberikan secara ad libitum, dan sinar diberikan 14-16 jam/hari.
  • Biasanya 2 minggu kemudian ayam sudah berproduksi seperti biasa.

3.0Metode0Macxindoe
Merupakan kombinasi dari kedua metode di atas, hanya saja dilakukan pembatasan air minum, makanan dan daun lamtoro. Adapun cara metode ini adalah sebagai beriukut :

  • Hari ke-1 dan ke-2, ayam dipuasakan sama sekali.
  • Hari ke-3, ayam diberi air minum saja.
  • Hari ke-4 sampai ke-6 , ayam kembali dipuasakan.
  • Hari ke-7 sampai ke-10, perlakuan sama dengan hari ke-3.
  • Hari ke-11 sampai ke-25, ayam diberikan minum secara ad libitum dan makanan diberikan 50% dari kebutuhan dan dicampur dengan daun lamtoro 20%.
  • Hari ke-26 dan seterusnya, ayam diberikan makanan secara penuh dan air minum diberikan secara ad libitum.
  • Setelah 6 minggu ayam akan berproduksi secara normal kembali.

4. Metode Washington

  • Hari ke-1, ayam diberikan makan dan minum seperti biasa.
  • Hari ke-2 sampai ke-3, ayam dipuasakan dari makan dan minum.
  • Hari ke-4, dipuasakan tetapi diberikan minum saja.
  • Hari ke-5 sampai ke-49, ayam diberikan makanan 2,7 kg per 100 ekor layer, air minum tetap diberikan.
  • Hari ke-50, diberikan makan dan minum secara penuh dan pemberian cahaya 14-16 jam/hari.

Proses Moulting

Proses moulting yang terjadi pada ayam petelur melibatkan hormon-hormon seperti prolaktin, dimana prolaktin berfungsi sebagai penghambat sekresi hormon FSH dan LH. Akibatnya proses pembentukan telur terhenti dan terjadilah proses moulting (Gambar 1.).

Gambar 1. Skema kontrol Hormonal Proses Moulting

Menurut Suprijatna (2005) bahwa proses meluruh mengikuti suatu pola atau aturan tertentu. Hal ini adalah aturan yang menawarkan suatu petunjuk jumlah telur yang diproduksi oleh induk sebelum menghentikan produksi telur dan meluruh dimulai. Adapun proses tersebut adalah sebagai berikut ;

1. Body moult, adalah bulu rontok dari berbagai tubuh dengan urutan ; kepala, leher, dada, punggung, bulu kapas (fluff), abdomen (perut), sayap, dan terakhir ekor.

2. Wing moult, apabila sayap burung (ayam) dilebarkan, tiga kelompok bulu sayap akan terlihat, dan akan meluruh dari bulu primer, sekunder, dan aksial.

Keuntungan dan Kerugian Force Moulting

Keuntungan dari program force moulting adalah biaya pemeliharaan lebih murah dari pada membeli ayam pengganti (DOC, pullet), ayam setelah mengalami force moulting lebih resisten terhadap penyakit, dan biaya pembelian pullet dapat dialihkan dengan menabung uang serta tidak menyita waktu yang banyak. Sedangkan kerugian dari program force moulting adalah selama proses moulting terjadi ayam terus makan dan tidak berproduksi, bila ayam disembelih setelah dua tahun bertelur tidak empuk (Ellis M.R., 2007).

PENUTUP

Kesimpulan

Pada pemeliharaan ayam petelur perlu dilaksanakan program force moulting, untuk mengurangi biaya dalam membeli ayam dara (DOC atau Pullet). Karena program force moulting lebih murah dibandingkan dengan pembelian ayam dara. Selain itu, force moulting memiliki keuntungan-keuntungan bagi peternak diantaranya adalah ayam setelah mengalami force moulting lebih resisten terhadap penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, I.K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler Cet II. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor.

Anonim, 2008. Rontok Bulu Buatan (Force Moulting). www. sentralternak.com (diakses 24 September 2008).

Ellis M.R. 2007. Moulting - A Natural Process. Poultry Branch, Agriculture Western Australia. PoultrySite.com (diakses 24 September 2008).

Kartasudjana, R dan Suprijatna E. 2006. Manajmen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Mulyono S. 2004. Memelihara Ayam Buras Berorientasi Agribisnis. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suprijatna E., Atmomarsono U, dan Kartasudjana R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tidak ada komentar: